Kenekaruz's Driving Skill
Senin lalu, secara sadar dan tidak di bawah pengaruh obat-obatan terlarang, nyokap mempercayakan mobil nganggur untuk kubawa ke mana-mana. Tentu, syaratnya aku harus ditemani seseorang. Aku memakluminya karena track record-ku dalam menyetir mobil bisa dijadikan sebagai contoh dampak negatif kalau orang gila nyetir mobil.
Pertama kali naik mobil, aku adalah pemula sok tahu. Pada saat itu juga aku sukses mengubah mobil pribadi nyokap menjadi bom bom car. Bedanya, kalau bom bom car nabrak bom bom car lain, mobil nyokap prefer kutabrakin dinding, tiang, trotoar, dan tukang siomay. Alhasil bom bom car nyokap, maksudku mobil nyokap, hancur lebur terutama di bemper dan ban depan. Akhirnya aku sempat gak mau nyetir mobil lagi.
Padahal, sebelum tragedi traumatis itu terjadi, aku sudah menanyakan beberapa hal yang cukup krusial tentang menyetir mobil.
Belajar mobil tu berapa lama, sih?
Kalo nginjek gas enaknya pake sendal atau nyeker?
Bagian depan mobil kan agak monyong, biar tau batasan monyongnya gimana?
Aku sekarang sadar ternyata pertanyaan pertanyaan di atas tidak berguna sama sekali.
Setelah vakum karena trauma, nyokap minta aku latihan mobil lagi. Dengan kreativitas tinggi, orang yang bantu aku belajar nyetir akhirnya membuat penahan dari kayu yang ditempel di gas mobil supaya kalau aku panik dan gak sengaja nginjek gas, kecepatan mobil tetap aman. Jadi, aku cuma main kopling, rem, dan sedikit gas. Di komplek rumah aku belajar belok dengan lancar, cara melewati jalan-jalan sempit, dan mengasah feeling. Aku menerapkan teori yang dicetuskan oleh Spongebob saat main mesin capit boneka: Jadi Mesin. Aku adalah sebuah mobil, sebuah kendaraan roda empat yang harus disetir dengan hati-hati.
Hari itu latihan mobil berjalan aman.
Makin lama belajar, aku makin ahli. Dibarengi kesombongan, akhirnya aku yang udah bosan belajar tanpa gas.
Selanjutnya latihan mobil diadakan di Pantai Marina. Sebagai pengenalan, di sekeliling Pantai Marina ada perumahan dan banyak orang maupun pedagang yang ada di pinggir jalan. Dari keadaan jalanan, menurutku cukup bagus untuk latihan mobil, tapi tantangannya ada pada banyaknya orang di sekitar jalan. *Sebenarnya latihan mobil di situ dilarang, tapi kami baru tahu setelah latihan. Jangan ditiru.
Berbekal ilmu nyetir sebelumnya, juga kesombongan di hati, aku mengabaikan nasehat dan tutorial yang diberikan. Menganggap semuanya akan berakhir baik, ternyata aku salah. Kesombonganku berdampak buruk untuk orang-orang tak berdosa di situ. Skill mengemudiku yang masih amburadul akhrinya membuatku hampir membunuh tukang siomay. Aku dimarahi setengah mati. Tanggapanku? Nahan ngakak karena lucu banget ekspresi tukang siomay yang hampir kutabrak.
Terakhir, aku belajar di perumahan dan jalan raya. Kali ini aku menghapus kesombonganku. Setiap kesalahan, amanat, pesan, dan muka panik orang yang hampir kutabrak membuatku berkembang dan semakin ahli. Karena itu pula aku akhirnya berani menyetir tanpa bercelana *bercanda
Akhirnya aku berani menyetir sendirian, bisa menyalip mobil lain, dan tidak membahayakan orang-orang. Tapi ada satu masalah lain, rupanya aku suka nyasar. Entah kenapa menghafal jalan lebih sulit ketimbang menghindari orang yang hampir ditabrak.
Pesan moral: Tiada Dufan, mobil nyokap pun jadi untuk bom bom car.
Rabu, 16 Januari 2019
Komentar
Posting Komentar