Balada Kuping Budeg

Beberapa hari yang lalu aku mengalami ke-budeg-an di kuping sebelah kiri. Hari itu cukup cerah dan indah tapi aku gak bisa dengar apa-apa. Kuping kiriku tidak berfungsi. Tapi, aku berpikir positif, menganggapnya bakal ilang. Sayangnya, hari semakin malam dan semakin budeg pula kupingku. Bingung mengatasi masalah itu, jadi aku pilih tidur *hehe

Malam itu aku tidur nyenyak, yaa... karena aku gak dengar apa-apa.

Pagi-pagi buta aku bangun dan kuping masih budeg. Budegnya mirip kalau landing saat naik pesawat, kuping kayak ditutup. Paham, kan? *btw aku belum pernah naik pesawat

Bingung harus ngapain dengan masalah ini, lewat riset di Gugel aku mencoba melakukan saran-saran yang tertera di situ.

1. Menelan ludah pacar sendiri. Udah kucoba berkali-kali sampai ludahku kering, tapi masih tetap budeg.
2. Menguap. Udah kucoba dan tidak membuahkan hasil apa pun, aku malah ngantuk karena nguap mulu.
3. Memasukkan air hangat ke dalam telinga. Ini kulakukan ketika mandi, sambil memiringkan kepala aku meneteskan air hangat ke kuping. Awalnya aku curiga cara ini gak bakal berhasil, tapi karena gak ada cara lain, mau gak mau kulakukan. Setelah meneteskannya beberapa kali, air hangatnya malah makin masuk ke dalem kuping dong! Menyerap, gak bisa dikeluarin, dan aku makin budeg!

Budeg ini makin parah, meskipun rumahku ramai, rasanya hening. Aku merenung sepanjang pagi, memikirkan apakah aku benar-benar budeg, sampai aku bertanya: Mungkinkah aku ditakdirkan jadi pejabat? Soalnya aku sudah tidak bisa mendengarkan suara-suara rakyat.

Siangnya aku mau ke dokter THT. Berhubung aku gak mau uang tabungan habis buat berobat, jadi kubilang ke nyokap supaya dikasih uang.

"Bagian mana yang sakit?"
"Engga sakit, tapi dari kemarin kupingku budeg sebelah."
"Makanya kuping dibersihin. Mama udah bilang sering-sering bersihin kuping."

Hei, tidak semudah itu, Mama. Budeg ini bukan karena kotoran yang bersarang di kuping putra tercintamu. Pasti ada sesuatu yang lebih besar yang menimpa anakmu sehingga kupingnya budeg.

"Mending diperiksa dulu, Ma."
"Yaudah, pakai uangmu dulu, nanti Mama ganti."

Ternyata usahaku sia-sia, malah dikatain kupingku kotor pula.

Aku langsung ke klinik, duduk di sofa di depan ruangan dokter, nunggu giliran. Setelah pasien lain selesai, aku langsung masuk. Si dokter mempersilakan aku duduk. Dokter tanya keluhanku. Kuceritakan semuanya dari awal sampai kedatanganku di situ. Dia cuma ngangguk-ngangguk. Si dokter tanya apakah aku udah pernah ke klinik itu, karena belum akhirnya dia ngeluarin semacam kartu yang berisi identitas.

"Namanya siapa, mas?" kata dokter.
"Raken."

Di kartu itu dia nulis: ROKEN.

Ternyata dokternya budeg juga.

Kuminta si dokter perbaiki namaku, lalu dilanjutkan dengan beberapa pertanyaan lain.

Setelah itu aku diminta duduk di kasur. Si dokter ambil alat panjang, gak tau namanya apa. Alat itu dimasukin ke kupingku. Ternyata ada kamera dan senter kecil di ujung alat itu biar bisa lihat kondisi kuping.

Setelah nyabut alatnya dari kupingku, si dokter bilang, "Banyak kotorannya ini, mas. Tinggal dibersihkan aja."

Ternyata benar kata nyokap. Kupingku kotor.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review: 12 Angry Men (1957) - Kenapa Dua Belas Pria Ini Marah?

Filosofi Billiard

Menapaki Merbabu